Senin, 09 Juni 2008

Penyerbuan FPI: Cermin Kelemahan Pemerintah

Penyerbuan FPI: Cermin Kelemahan Pemerintah
Peristiwa penyerbuan Front Pembela Islam pada hari Minggu, 1 Juni 2008 di silang monas harus mendapat perhatian besar dari pemerintah karena menyangkut disintegrasi bangsa. Penyerangan Front Penyembah Iblis (plesetan dari Front Pembela Islam) terhadap Aliansi Kebangsaan Untuk Kebebasan beragama merupakan sebuah reaksi atas ketidakjelasan sikap pemerintah terhadap eksistensi kelompok Ahmadiah yang dinilai sebagai aliran sesat oleh mayoritas umat Islam di Indonesia.
Sebelum isu kenaikan BBM merebak di masyarakat, pemerintah berjanji akan menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri yang berisi penentuan nasib sekte Ahmadiah; apakah dinyatakan sebagai aliran islam yang sesat, atau tidak sehingga kalangan umat Islam menjadi ragu. Namun, sampai selang sebulan pasca rencana pengumuman surat SKB, pemerintah melalui Mendagri yang waktu itu menjanjikan dalam tempo satu minggu akan menerbitkan SKB pun tak kunjung terealisasi bahkan hingga sekarang; akibatnya komunitas muslim merasa dibongi oleh pemerintah. Sikap pemerintah yang demikian tentu bukan sekali atau dua kali dilakukan, akan tetapi berkali-kali hingga membuat pihak-pihak yang sangat butuh kejelasan sikap pemerintah merasa digantung nasibnya. Situasi ketidakjelasan demikian yang membuat kelompok-kelompok terutama kelompok garis keras mengambil tindakan sendiri yang justru semakin memperuncing masalah dan memperkeruh situasi hingga membuat keadaan menjadi chaos, dalam hal ini Front Penjelek Islam (FPI) pimpinan Riziq Shihab.
Akibat yang ditimbulkan dari peristiwa Monas 1 Juni 2008 membuat umat Islam Indonesia yang merupakan bagian dari warga muslim dunia menjadi semakin buruk citranya sebagai kelompok yang suka kekerasan bukan kelompok yang cinta damai sebagaimana menurut Al Quran dan Hadis Rasulullah SAW sebagai anugrah bagi alam semesta atau Rahmatan lil Alamin atau dalam kata lain, kampanye barat untuk mendiskreditkan umat islam adalah golongan yang cinta perang semakin berhasil. Namun, selain untuk mendiskreditkan umat islam, bangsa barat seakan seperti melakukan dua hal sekaligus dengan sekali tindakan. Pertama jelas menjadikan imej umat Islam semakin buruk dan kedua berhasil mengadu domba antar dua kelompok Islam di Indonesia, antara Islam garis keras yaitu FPI dan Islam tradisional yang diwakili kelompok Nadhliyin (NU) pimpinan mantan Presiden KH. Abdurrahman Wahid sebagaimana tersiar dalam berita di ANTV tanggal 3 Juni 2008 pukul 22.30 yang menyatakan bahwa seluruh elemen Nadhliyin seperti Banser, Garda Bangsa, PMII dan organisasi under bow NU lainya bersiap menghadapi FPI dan pernyataan bernada perang juga disampikan ketua FPI Riziq Shihab akan melakukan jihad fisabilillah melawan kelompok-kelompok penentang FPI dalam hal ini NU.
Untuk mengatasi konflik yang lebih hebat, seharusnya pemerintah segera mengambil tindakan-tindakan yang dianggap perlu dalam meredam pertentangan yang semakin besar. Pertama, segera menerbitkan SKB tentang Ahmadiah yang dirasa menjadi akar persoalan, Sikap pemerintah terhadap Ahmadiah dituding sebagai pokok permasalahan yang membuat sebagian umat Islam merasa pemerintah tidak tegas dalam melindungi aqidah atau kepercayaan umat Islam yang sebagian besar menilai bahwa Ahmadiah adalah sesat dan tentu disertai penjelasan-penjelasan dengan pendekatan teologis yang humanis mengapa Ahmadiah dinyatakan murtad karena menyangkut aspirasi kelompok agama tertentu (Islam).
Kedua, cari keterangan sejelas-jelasnya bagaimana konspirasi politik yang sesungguhnya terjadi untuk mengambi tindakan efektif dalam mencegah konflik horizontal. Tanpa gambaran jelas mengenai konstelasi politik yang sebenarnya, tidak mungkin pemerintah dapat melakukan tindakan efektif. Untuk mendapatkan informasi bagaimana konspirasi sebenarnya, komunitas intelijen di Indonesia yang terdiri dari BIN, BAIS, Bantelkam Polri, Intelijen Kejaksaan maupun potensi kekuatan intelijen lain dalam berbagai elemen masyarakat Indonesia yang masih memiliki wawasan kebangsaan seharusnya dapat dimaksimalkan fungsinya terutama dalam hal counter-espionage sebagaimana terdapat dalam doktrin pertahanan Indonesia yaitu pertahanan rakyat semesta (Hanrata). Alasan peningkatan penggunaan kekuatan intelijen adalah adanya gejala bahwa FPI maupun kelompok-kelompok lain yang menyatakan sebagai kelompok jihad Islam sering melakukan aksi anarkis selama lebih dari lima tahun terakhir misalnya pada beberapa bulan lalu melakukan penganiayaan warga yang sedang berkumpul pada suatu perkampungan di Surakarta karena dikira sedang pesta minuman keras walupun akhirnya tidak terbukti sedang pesta miras untuk mencegah aksi anarkis berikutnya. Argumen kedua adalah sebagian besar pengurus laskar-laskar jihad yang sering melakukan aksi anarkis tersebut seperti FPI pimpinan Riziq Shihab, yang notabene satu “Genre” pernah mendapat pelatihan militer untuk dijadikan mujahidin di Afghanistan untuk menghadapi pasukan merah komunis Uni Soviet yang tentunya dilatih oleh agen-agen CIA dan MI-6 sehingga kemungkinan masih ada hubungan dengan kedua organisasi mata-mata internasional tersebut misalnya Abu Bakar Baasyir serta Riziq Shihab pernah dijadikan sukarelawan dalam konflik Ambon akhir dekade 90-an. Fakta-fakta yang merupakan jawaban hipotesis di atas lalu ditarik kesimpulan siapa dalang di balik kelompok-kelompok Islam garis keras, apa tujuanya, dari mana mereka mendapat dana, bagaimana system rekrutmennya, siapa saja sasaran rekrutmenya, kapan mereka akan beraksi dan kelompok mana sasaran mereka berikutnya akan terjawab, selanjutnya pemerintah dapat mengambil tindakan yang seharusnya.
Setelah semua fakta tentang gerakan-gerakan ekstrim kanan tersebut terjawab, giliran aparat negara dalam hal ini kepolisian harus bertindak layaknya pelindung masyarakat dalam rangka memberikan rasa aman dan kepastian hukum. Namun, kenyataanya tidak demikian, polisi tidak dapat mengambil tindakan tegas sehingga menyulut argument spekulatif bahwa polisi melindungi FPI, demikian yang dinyatakan mantan Presiden KH. Abdurrahman Wahid dalam menanggapi pernyataan Kapolri. Apakah karena polisi belum menemukan fakta-fakta yang benar-benar dapat dijadikan dasar hukum polisi dalam bertindak? Atau Soetanto mempunyai pertimbangan lain dalam kapasitasnya sebagai pimpinan tertinggi institusi kepolisian di Indonesia? Beliau yang dapat menjawab dengan tindakan tegas contohnya pembubaran FPI, namun jangan sampai memberikan kesan bahwa pemerintah lamban dalam menyelesaikan konflik antar masyarakat sebagai hal prioritas daripada menangkapi buruh, sopir angkot, atau mahasiswa yang melakukan unjuk rasa karena kenaikan harga BBM sebagai sebab kenaikan harga-harga kebutuhan pokok dengan cara memprovokasi seperti kasus UNAS dengan isu granat tangan dan menaruh Molotov cocktail. Ingat, persatuan adalah segalanya dan Indonesia merdeka karena persatuan!

Senin, 02 Juni 2008

Degradasi Persatuan dan Kesatuan Bangsa Indonesia

Persatuan Pergerakan Nasional
Satu abad lalu para pendahulu bangsa Indonesia menciptakan sejarah baru pergerakan nasional Indonesia. Latar belakang gerakan gerakan pemuda 100 lalu adalah politik tangan besi kolonialisme Hindia-Belanda terhadap pergerakan kemerdekaan Indonesia, juga ditandai oleh krisis ekonomi yang memberatkan penghidupan rakyat (Muhibbuddin: 2007). Diawali dengan pendirian organisasi Budi Utomo oleh mahasiswa-mahasiswa sekolah tinggi kedokteran (STOVIA) pada tahun 1908, kemudian diikuti organisasi pergerakan lain dengan berbagai latar belakang ideologi untuk satu tujuan yaitu kemerdekaan Indonesia.
Organisasi-organisasi pergerakan nasional saat itu memberikan kontribusi besar bagi perjuangan bangsa Indonesia terutama dalam perjuangan intelektual dan membangkitkan rasa persatuan sebagai satu bangsa yang mempunyai persamaan nasib sebagai bangsa terjajah. Perjuangan bangsa Indonesia mencapai puncaknya saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dikumandangkan oleh duet proklamator Sukarno-Hatta tanggal 17 Agustus 1945.
Konflik Kepentingan
Pasca kemerdekaan, semangat persatuan Indonesia mulai luntur akibat berbagai konflik kepentingan. Terbukti pada kurun waktu 1950 – 1960, Republik Indonesia telah mengalami pergantian kabinet sebanyak 7 kali karena kabinet-kabinet pada dasawarsa 50-an tidak mampu melaksanakan program kerja pemerintah sebagai akibat pertentangan antar-golongan dalam parlemen.
Kondisi ketidaksinkronan antar elemen masyarakat semakin menguat di era reformasi terutama sejak pemberlakuan sistem pemilihan langsung mulai pemilihan presiden hingga kepala daerah tingkat kabupaten/kota. Sistem pemilihan langsung yang diberlakukan sejak tahun 2004 telah menimbulkan gejolak di beberapa kota dan yang paling aktual adalah kerusuhan pasca pemilihan Gubenur Sulawesi Selatan karena dipicu dugaan kecurangan oleh pasangan calon pemenang Pilgub Sulawesi Selatan (kompas : 2007) hingga menimbulkan bentrok antar pendukung cagub yang melibatkan banyak orang.
Tidak dapat dibantah bahwa pemilihan langsung sarat muatan kapitalisme; karena untuk memperoleh suara lebih besar dalam sebuah pemungutan suara, maka diperlukan biaya yang lebih besar (Guritno: 1999). Biaya kampanye besar tentu akan memudahkan pasangan calon melakukan manuver untuk menggalang dukungan dan mobilisasi massa.
Biaya kampanye calon gubenur, walikota/bupati bahkan presiden tidak mungkin hanya berasal dari partai pendukung kontestan, para pemodal juga ikut berperan dalam menyokong dana kampanye dengan harapan kebijakan calon yang kelak terpilih menjadi pemimpin, berpihak pada kaum pemodal. Dukungan dana pemilihan langsung juga berasal dari luar negeri sebagaimana terungkap pada medio 2007 bahwa semua capres pada pemilu 2004 mendapat dukungan dana dari pihak asing, sehingga dapat memunculkan sebuah teori konspirasi bahwa pemilihan langsung merupakan cara efektif untuk memecah-belah persatuan bangsa Indonesia.
Kondisi perekonomian bangsa Indonesia yang tak kunjung membaik menjadi senjata ampuh kapitalis untuk memecah belah persatuan Indonesia. Masyarakat Indonesia sekarang belum terbebas dari kemiskinan sehingga diprovokasi dengan rayuan sejumlah uang untuk bermusuhan dengan kelompok masyarakat lain.
Budaya Kekerasan dan Individualisme
Degradasi semangat persatuan dan kesatuan di negara Indonesia tercinta seolah merupakan hal yang wajar dalam berbagai sisi kehidupan masyarakat di tanah air. Dampak-dampak menipisnya rasa persatuan dapat kita rasakan tiap hari karena pengaruh media massa yang sering menggunakan kebebasannya secara berlebihan (Achmad: 2001). Sehingga kita dengan mudah menyaksikan, dan mendengar pertikaian antar warga masyarakat dari berbagai media massa mulai kasus perebutan kepemilikan tanah, hak pengasuhan anak, hingga perebutan hak waris. Informasi-informasi berisi konflik tersebut dapat diperoleh dengan cara sederhana yaitu tinggal menyalakan televisi lalu duduk dan siap dinikmati kapanpun selama kita mau menyalakan televisi.
Bentuk-bentuk tayangan bertema pertikaian dapat disaksikan di berbagai infotainment sejak pagi hari pukul 07.30 sampai dengan 09.00, dan pukul 16.00 – 18.30 di berbagai stasiun televisi atau sinetron-sinetron yang diputar pada pukul 19.00 – 22.00. Perlu kita ketahui bahwa antara pukul 16.00 – 18.00 dan pukul 19.00 – 22.00 adalah waktu anak-anak bersantai bahkan belajar di rumah, maka semakin besar peluang anak-anak sebagai generasi penerus belajar hal-hal buruk yaitu konflik, pertikaian, pertengkaran dan kekerasan yang merusak pola pikir mereka, sementara bagi generasi tua maupun muda kurang lebih memberi pengaruh sama yaitu mengajarkan kekerasan sebagai satu-satunya cara menyelesaikan masalah.
Penyelesaian konflik dengan jalan kekerasan memang bukan cara bangsa Indonesia dalam menghadapai persoalan. Sebaliknya, bangsa Indonesia mengutamakan cara-cara kekeluargaan dalam mencari solusi. Dari tata-pemerintahan terendah yaitu Rukun Tetangga (RT) sering dilakukan musyawarah untuk menyelesaikan persoalan warga bahkan apabila ada salah satu warga yang memerlukan bantuan, warga yang lain secara bergotong-royong membantu. Tradisi gotong-royong juga dikenal di kalangan elit bangsa Indonesia zaman dahulu ketika negara ini baru terbentuk, salah satu hasilnya adalah UUD 1945 yang dicetuskan oleh PPKI lebih dari setengah abad lalu.
Sifat gotong-royong sedikit demi sedikit lenyap dari dalam hati bangsa Indonesia. Beberapa hal menjadi tanda lenyapnya sifat gotong-royong dari bangsa Indonesia adalah pemilihan presiden langsung bahkan wacana calon independen sebagai bukti penguatan rasa individualisme bangsa Indonesia yang semakin tajam.
Apatisme Sosial
Penguatan semangat individualisme bepengaruh pada pola pergaulan di dalam masyarakat Indonesia. Dari kalangan pengusaha, birokrat, maupun masyarakat pada umumnya terkena dampak penguatan individualism sehingga muncul fenomena yang disebut apatisme social. Apatisme social merupakan salah satu gejala ketidakbersatuan (disintegerasi) yang ditandai ketidakpedulian terhadap golongan masyarakat lain. Penyebab utama apatisme sosial adalah faktor ekonomi yaitu ketimpangan ekonomi yang terjadi sekarang menjadi faktor utama terjadinya gesekan antar-masyarakat di Indonesia (Juwono Sudharsono: 2007).
Ketimpangan ekonomi, tidak seharusya terjadi apabila sebagian bangsa Indonesia yang merasa mampu secara ekonomi menahan diri untuk tidak memikirkan diri sendiri dan kelompoknya. Permasalahan yang terjadi justru sekelompok orang yang telah mendapatkan kemapanan secara ekonomi ingin lebih memakmurkan diri dengan berbagai dalih, misalnya pembagian uang tunjangan anggota DPR awal tahun 2008 yang seharusnya dana tersebut untuk mengatasi kenaikan harga bahan pokok terutama kedelai.
Penanganan bencana alam yang melanda sebagian wilayah Indonesia dirasa buruk dalam segi penanganan oleh pemerintah. Contohnya di Kabupaten Grobogan pada saat musibah banjir di penghujung 2007. Berdasarkan hasil wawancara pemerintah hanya membagikan 1 bungkus mi instan setiap hari pada korban banjir akibat meluapnya sungai Kali Lusi sementara dari hasil pengamatan, sawah-sawah milik warga sebagian besar rusak karena musibah banjir. Disisi lain tim sukses dari calon-calon gubenur Jawa Tengah tidak ada yang membantu setidaknya untuk merebut dukungan warga sekitar.
Kembali Pada Jatidiri Bangsa
Sekali lagi, sejarah telah membuktikan bahwa penjajah hanya dapat diusir dengan persatuan dan kesatuan. Berbagai cara untuk dapat mempererat persatuan Nasional yaitu dimulai dari pribadi kita dengan menahan diri untuk tidak terpancing isu-isu yang memecah-belah persatuan nasional dan mengembangkan sikap toleransi antar golongan. Karena segala persolan akan dapat terpecahkan apabila ditangani dengan tenang dan gotong-royong serta melepaskan ego golongan masing-masing.
Peran media massa selayaknya dapat menjadi alat untuk membangun perilaku masyarakat agar kembali berpikir untuk kepentingan bangsa Indonesia. Media massa tidak hanya untuk kepentingan industri pers yang hanya mengejar rating namun perlu dipikirkan bagaimana menghasilkan tayangan, siaran dan wacana-wacana yang membentuk manusia Indonesia dengan memenfaatkan kebebasan pers pasca reformasi mengingat media massa menjadi salah satu alat pembentuk opini yang efektif (Hatmodjo: 2004).
Pemerintah diharapkan memperbesar peranan dalam menjaga keutuhan bangsa Indonesia. Pemerintah sekarang berbangga, bahwa pembangunan sekarang mengalami pertumbuhan, padahal masih jauh dari pemerataan (Rahmat T. Sulaiman: 2008). Seharusnya pemerintah meningkatkan kemajuan ekonomi yang tidak berorientasi pertumbuhan tetapi pemerataan sehingga akan dicapai kemakmuran bersama tanpa ada kecemburuan social. Salah satu cara untuk mencapai pemerataan adalah dengan membangun kutub-kutub pertumbuhan baru yang diharapkan dapat merangsang pertumbuhan ekonomi daerah-daerah sekitar. Pembangunan kembali sector pertanian yang selama ini terlupakan dapat digunakan untuk membangun kutub-kutub pertumbuhan baru yang berbasis pertanian yang hasilnya dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan pangan.
Kebijakan pemilihan langsung seharusnya dapat dievaluasi ulang karena dampaknya justru meningkatkan potensi konflik antar warga, termasuk wacana calon independen yang mempunyai potensi konflik lebih besar. Disisi lain, sistem pemilihan dengan calon independen memandulkan fungsi partai politik sebagai alat untuk rekrutmen politik dan penyalur aspirasi masyarakat sehingga dalam jangka panjang masyarakat menjadi enggan berdemokrasi karena partai politik gagal menyalurkan gagasan-gagasan membangun bagi pemerintahan.
Pancasila sebagai dasar sekaligus ideologi negara seharusnya dapat dijadikan alat pemersatu guna mencapai tujuan bangsa. Pancasila dalam sejarahnya menjadi satu-satunya ideologi pengakomodasi keragaman latar belakang bangsa Indonesia seperti Islamisme, sosialisme, dan nasionalisme. Ketuhanan yang Maha Esa mengadung arti bahwa bangsa Indonesia sebagai bangsa yang beriman pada Tuhan yang Maha Esa (religious), walaupun dahulu rancangan sila pertama Pancasila berbunyi “Pelaksanaan Syariat Islam bagi Para Pemeluknya” namun diganti untuk mengatasi keberagaman kepercayaan bangsa Indonesia; Kemanusian yang Adil dan Beradab menegaskan derajat bangsa Indonesia sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia, Persatuan Indonesia berarti bangsa Indonesia sebagai sebuah kesatuan kebangsaan (natie), Kerakyatan yang Dipimpin oleh Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan yaitu dalam bangsa Indonesia memegang teguh nilai-nilai kemasyarakatan-kekeluargaan (social) dalam menghadapai persoalan kebangsaan dengan tujuan mewujudkan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Sebagai bangsa yang hampir 62 tahun merdeka, serta dengan semangat satu abad kebangkitan nasional sepatutnya memantapkan hati untuk mengevaluasi diri tanpa penyesalan berlebihan untuk membuka lembaran baru, berhijrah meninggalkan warisan budaya kolonial yaitu berkonflik dengan saudara sebangsa-setanah air. Menurut Bung Karno (1948) kerjasama elemen-elemen progresif revolusioner (Sammen bundeling van alle revolutionare krachten) sebagai alat untuk menuju Indonesia yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sekaligus ikrar bangsa Indonesia dalam berhijrah demi masa depan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang lebih baik. Tentu untuk mewujudkan kemajuan bangsa tidak hanya dengan ikrar atau janji semata namun diperlukan konsekuensi dan kedisiplinan dalam tindakan agar rencana yang telah dibuat dapat terwujud.

Ancaman terhadap Kedaulatan NKRI

Sejak Indonesia merdeka, banyak pihak yang masih mempunyai nafsu untuk menguasai Indonesia. Gagasan itu sebagian telah terlaksana dengan adanya berbagai peristiwa pemberontakan yang terjadi di Negara kita. Peristiwa itu antara lain : Agresi militer belanda I dan II yeng didalangi oleh para kapitalis dengan sekutu sebagai alatnya; pemberontakan RMS (Republik Maluku Selatan) yang didalangi oleh Dr. Soumokil, seorang jaksa belanda; DI/TIIdengan Kartosuwiryo dan Daud Beureuh sebagai tokohnya. Dan banyak lagi pemberontakan yang mngancam eksistensi NKRI.

Pada saat ini ancaman-ancaman itu masih berlangsung bahkan sampai saat ini masih kita tunggu reaksi dari pemerintah untuk bertindak tegas dalam membasmi ancaman-ancaman tersebut walaupun masih terkesan setengah hati dalam melakukanya dan hasilnya pun mengecewakan. Usaha-usaha itu antara lain : Dalam bidang politik mengusahakan agar Aceh tetap menjadi wilayah NKRI dengan melalui perundingan Helsinki; dalam bidang pertahanan keamanan antara lain dengan menambah dan mengaktifkan kembali Alat Utama Sistem Pertahanan yang sudah tidak berfungsi, menambah jumlah personel TNI dan menambah frekuaensi latihan tempur agar para tentara kita menjadi lebih combat ready. Akan tetapi usaha-usaha di atas tidak mungkin berhasil apabila hukum di Negara kita masih mudah dipolitisasi oleh pihak kapitalis.

Sekarang ancaman-ancaman itu masih menggunakan pola-pola yang sama seperti pada awal kemerdekaan yaitu dengan memobilisasi dan mempersenjatai kelompok-kelompok yang merasa diperlakukan tidak adil oleh pemerintah. Misalnya masalah Papua, kaum kapitalis telah menyiapkan rencana besar(grand design) dengan memanfatkan berbagai macam potensi konflik di wilayah itu marilah kita amati fenomena-fenomena sebagai berikut :
1. Tuntutan peninjauan ulang kontrak karya antara pemerintah RI dan PT.Freeport Indonesia.
Hal ini mulai mendapat perhatian publik setelah terjadi demo besar-besaran oleh sebagian besar unsur masyarakat Papua (baik di Papua maupun di Jakarta) yang menelan korban dari aparat dan dari masyarakat. Mereka menuntut di tinjau ulangnya kontrak karya pengolahan Sumber Daya Alam yang dilakukan PT.Freeport Indonesia, sebuah perusahaan Amerika Serikat. Tuntutan ini dikarenakan selama ini PT.Freeport Indonesia dinilai lalai dalam menangani masalah lingkungan hidup dan PT.Freeport Indonesia dirasa tidak memberi dampak positif secara signifikan kepada masyarakat asli Papua. Hal ini diperkuat oleh adanya laporan dari Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia yang menyatakan bahwa (pada intinya) telah terjadi degradasi/penurunan kualitas lingkungan hidup di Papua, yang apabila dibiarkan terus menerus akan sangat merugikan Indonesia. Beberapa tokoh politisi dan parlemen Indonesia belakangan angkat bicara dan mengakomodir keinginan masyarakat Papua melalui parlemen. DPR mendesak pemerintah untuk meninjau ulang kontrak karyanya dengan PT.Freeport Indonesia. Hanya sayang sikap DPR ini hanya melalui pernyataan-pernyataan tokohnya secara parsial, bukan sikap resmi DPR secara institusional sebagai lembaga parlemen Indonesia. Tanpa perlu menjadi seorang expert, kita bisa melihat adanya gangguan terhadap kepentingan Amerika Serikat di Indonesia. Bisa dibayangkan berapa besar kerugian yang dialami PT.Freeport Indonesia (baca: Amerika Serikat) apabila peninjauan ulang kontrak karya tersebut benar-benar terjadi. Sebenarnya peninjauan ulang kontrak kerja sama merupakan HAK Indonesia sebagai negara yang berdaulat penuh atas Papua. Ditinjau dari segi hukum (tentunya hukum Indonesia), pembaruan suatu perjanjian dimungkinkan untuk dilakukan sebelum habis masa berlaku perjanjian tersebut apabila ada hal-hal yang secara prinsipil melanggar UU. Ketentuan ini bisa kita lihat dari pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia (BW) yang menyatakan sebagai berikut :”semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Suatu perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik.”
Dari uraian pasal tersebut diatas nampak jelas bahwa suatu perikatan hukum (baca: perjanjian) dapat ditarik kembali (atau diperbarui) apabila mendapat kesepakatan dari kedua belah pihak dan atau pelanggaran terhadap UU yang berlaku. Dalam hal ini UU No.23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Posisi pemerintah dalam hal ini sebenarnya sangat kuat baik secara de facto maupun secara de jure. Pemerintah tidak perlu takut terhadap pencitraan buruk Indonesia di luar negeri. Saya yakin banyak putera-puteri Indonesia yang ahli dalam bidang komunikasi dan pencitraan diri. Masih banyak investor asing lain yang mau menanamkan modalnya di Papua. Dalam kasus ini PT.Freeport Indonesia (baca:Amerika Serikat) jelas-jelas merasa terancam dan merasa terusik posisinya di Indonesia. Logikanya, pasti mereka akan memberikan reaksi yang kita tidak tahu entah apa. Melihat arah kebijakan luar negeri AS yang kental nuansa kapitalisme (baca: kolonialisme) yang dilatar belakangi sumber daya alam (Irak, Blok Cepu, Amerika Latin),bisa dipastikan mereka akan mempertahankan kepentingannya dengan segala cara. Pengalaman kita pada masa pemerintahan Soekarno, dimana AS berencana untuk menduduki Indonesia melalui skenarionya membumi hanguskan CALTEX di Riau untuk kemudian mendarat dan menguasai Indonesia. Kejadian itu pada masa pemberontakan PRRI-PERMESTA pada zaman pemerintahan Soekarno. Saya merasa bersyukur skenario tersebut gagal total dan akhirnya mencoreng muka AS. Bukan tidak mungkin AS akan mempertahankan kepentingannya dengan cara-cara yang sama atau sama sekali baru yang tidak kita duga sebelumnya.
2. Kasus pemberian visa tinggal sementara oleh Australia terhadap aktivis separatisme Papua.
Kasus pemberian visa tinggal sementara oleh australia terhadap aktuvis papua membuat hubungan bilateral Indonesia – Australia kembali memanas. Indonesia menarik kembali dubesnya, sementara dubes Australia dipanggil Menlu RI untuk menjelaskan sikap pemerintahan Australia. Untuk yang kesekian kalinya hubungan Indonesia – Australia menegang. Masih segar dalam benak rakyat Indonesia bagaimana peran aktif Australia dalam kasus lepasnya Timor-Timur dari pangkuan ibu pertiwi. Belakangan diketahui bahwa motif utama Australia dalam mensponsori kemerdekaan Timor-timur adalah celah timor yang ditengarai kaya akan minyak. Sobat kental AS ini nampaknya telah belajar banyak dari sohibnya itu. Pemberian suaka dan visa tinggal tersebut jelas-jelas tidak mencerminkan sikap dukungan Australia terhadap kedaulatan wilayah NKRI, seperti yang selama ini berulang kali mereka utarakan kepada berbagai media dunia. Sikap pemerintah australia menunjukkan bahwa mereka memberi dukungan kepada elemen-elemen separatisme di Indonesia. Hal ini dapat diketahui dari adanya dukungan berupa moril dan materiil dari berbagai parpol Australia terhadap pihak separatis Papua (sebagaimana tercantum dalam temuan data dan fakta yang dibawa oleh tim parlemen Indonesia yang akan sowan ke Australia). Terlebih lagi kita memiliki pengalaman pahit pada masa lalu dalam kasus lepas nya Timor-Timur dari NKRI. Apakah kita akan jatuh dalam lubang yang sama untuk yang kedua kalinya? Saya yakin bahwa ini adalah suatu skenario yang disusun bersama antara Australia dan AS dengan tujuan untuk mengambil alih sumber daya alam yang terdapat di Papua. Indikasinya adalah Australia begitu mengekspos penindasan yang dialami oleh para aktivis separatisme Papua (versi mereka tentunya). Bahkan mereka menuduh telah terjadi genocide di bumi Papua. Ini adalah suatu tuduhan serius yang tidak berdasar. Serius karena istilah genocide merupakan salah satu pelanggaran HAM berat, setara dengan yang dilakukan oleh NAZI Jerman. Tidak berdasar karena tuduhan tersebut tanpa disertai data, fakta dan bukti yang kuat dan meyakinkan. Ini adalah bagian dari skenario panjang AS dan Australia untuk merebut sumber daya alam Indonesia. Selama ini Amerika dikenal sebagai agresor yang mengabaikan norma-norma apapun dalam menjaga kepentingannya diberbagai penjuru dunia. Tidak perlu legitimasi, tidak perlu ada bukti yang kuat, dan sering kali mengabaikan PBB. Dari dua hal di atas makin jelas keterlibatan kapitalis (Amerika, Australia beserta antek-anteknya) dalm kasus papua.
Bila kita mengetahui dari sebuah media massa nasional, dapat kita ketahui bahwasanya gerakan yang bernama DI/TII yang pernah ditumpas di masa kepemimpinan Bung Karno rupanya berdiri tegak kembali sejak tahun 1998. Berikut ini sebuah salinan naskah yang mengunkapkan tentang eksistensi gerakan makar tersebut :
Assalamu'alaikum wr wbr.
NEGARA ISLAM INDONESIA TELAH DIPROKLAMIRKAN EMPAT PULUH SEMBILAN TAHUN YANG LALU
Ahmad Sudirman
Modular Ink Technology Stockholm - SWEDIA.
Saudara-saudaraku di tanah air.
Dalam tulisan-tulisan yang lalu, saya telah menulis mengenai Negara Islam Indonesia akan muncul di bumi Indonesia. Sebenarnya Negara Islam Indonesia telah diproklamirkan empat puluh sembilan tahun yang lalu, tepatnya tanggal 7 agustus 1949 di daerah Malangbong, Garut, Jawa Barat oleh Imam Negara Islam Indonesia Almarhum Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo. Dimana bunyi proklamasi Negara Islam Indonesia adalah sebagai berikut : "Bismillahirrahmanirrahim. Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah, Maha Pengasih, Ashhadu alla ilaha illallah, wa ashhadu anna Muhammadarrasulullah. Kami Ummat Islam Bangsa Indonesia menyatakan BERDIRINYA NEGARA ISLAM INDONESIA. Maka Hukum yang berlaku atas Negara Islam Indonesia itu, ialah HUKUM ISLAM. Allahu Akbar. Allahu Akbar. Allahu Akbar. Atas nama Ummat Islam Bangsa Indonesia. IMAM NEGARA ISLAM INDONESIA. ttd. (S.M. KARTOSOEWIRJO). Madinah Indonesia, 12 Syawal 1368 / 7 Agustus 1949. barat. Tanggal 7 agustus 1949 adalah bertepatan dengan Bung Hatta pergi ke Belanda untuk mengadakan perundingan Meja Bundar, yang berakhir dengan kekecewaan. Dimana hasil perundingan tersebut adalah Irian Barat tidak dimasukkan kedalam penyerahan kedaulatan Indonesia, lapangan ekonomi masih dipegang oleh kapitalis
Negara Islam Indonesia diproklamirkan di daerah yang dikuasai oleh Tentara Belanda, yaitu daerah Jawa Barat yang ditinggalkan oleh TNI (Tentara Nasional Indonesia) ke Jogya. Sebab daerah de-facto R.I. pada saat itu hanya terdiri dari Yogyakarta dan kurang lebih 7 Kabupaten saja ( menurut fakta-fakta perundingan/kompromis dengan Kerajaan Belanda; perjanjian Linggarjati tahun 1947 hasilnya de-facto R.I. tinggal pulau Jawa dan Madura, sedang perjanjian Renville pada tahun 1948, de-facto R.I. adalah hanya terdiri dari Yogyakarta). Seluruh kepulauan Indonesia termasuk Jawa Barat kesemuanya masih dikuasai oleh Kerajaan Belanda. Jadi tidaklah benar kalau ada yang mengatakan bahwa Negara Islam Indonesia didirikan dan diproklamirkan didalam negara Republik Indonesia. Negara Islam Indonesia didirikan di daerah yang masih dikuasai oleh Kerajaan Belanda.
Negara Islam Indonesia dengan organisasinya Darul Islam dan tentaranya yang dikenal dengan nama Tentara Islam Indonesia dihantam habis-habisan oleh Regim Soekarno yang didukung oleh partai komunis Indonesia(PKI). Sedangkan Masyumi (Majelis syura muslimin Indonesia) tidak ikut menghantam, hanya tidak mendukung, walaupun organisasi Darul Islam yang pada mulanya bernama Majlis Islam adalah organisasi dibawah Masyumi yang kemudian memisahkan diri. Seorang tokoh besar dari Masyumi almarhum M Isa Anshary pada tahun 1951 menyatakan bahwa "Tidak ada seorang muslimpun, bangsa apa dan dimana juga dia berada yang tidak bercita-cita Darul Islam. Hanya orang yang sudah bejad moral, iman dan Islam-nya, yang tidak menyetujui berdirinya Negara Islam Indonesia. Hanya jalan dan cara memperjuangkan idiologi itu terdapat persimpangan dan perbedaan. Jalan bersimpang jauh. Yang satu berjuang dalam batas-batas hukum, secara legal dan parlementer, itulah Masyumi. Yang lain berjuang dengan alat senjata, mendirikan negara dalam negara, itulah Darul Islam" (majalah Hikmah, 1951).
Ketika Masyumi memegang pemerintahan, M Natsir mengirimkan surat kepada SM Kartosoewirjo untuk mengajak beliau dan kawan-kawan yang ada di gunung untuk kembali berjuang dalam batas-batas hukum negara yang ada. Namun M Natsir mendapat jawaban dari SM Kartosoewirjo "Barangkali saudara belum menerima proklamasi kami"(majalah Hikmah, 1951).
Setelah Imam Negara Islam Indonesia S.M. Kartosoewirjo tertangkap dan dijatuhi hukuman mati pada tahun 1962 regim Soekarno dengan dibantu oleh PKI yang diteruskan oleh regim Soeharto dengan ABRI-nya telah membungkam Negara Islam Indonesia sampai sekarang. Sebenarnya Negara Islam Indonesia masih ada dan tetap ada, walaupun sebagian anggota-anggota Darul Islam sudah pada meninggal, namun ide Negara Islam Indonesia masih tetap bersinar di muka bumi Indonesia*.*
Wassalam.
Ahmad Sudirman
(http://www.dataphone.se/~ahmad)
Naskah di atas betul betul membuktikan eksistensi salah satu gerakan yang ingin menggulingkan NKRI yang seharusnya pemerintah cepat mengambil tindakan untuk menyelamatkan NKRI tercinta. Kita sebagai seorang kader nasionalis yang progresif-revolusioner harus lebih peka terhadap permasalahan yang sangat sensitive ini karena menyangkut tempat dimana kita hidup dan berjuang yaitu NKRI dan bila kita lebih dalam lagi dalam menganalisa hal ini terkait dengan GAM di Aceh dan bebagai serangkaian aksi bom akhir-akhir ini. Mengapa :
1.Dilihat dari sisi histories DI/TII mempunyai sub ordinat di Aceh yang dipimpin Daud Beureuh yang pada tahun 1949 tersebut mereka tidak ditumpas melainkan diwajibkan membubarkan diri melalui meja perundingan. Perjuangan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) juga mempunyai tujuan mendirikan Negara (bhs aceh : Nanggroe) dengan menggunakan syariat islam sebagai dasar negaranya hal ini sama dengan tujuan NII (lihat naskah di atas) dan mereka mempunyai pasukanyangdisebut Tentara Nanggroe yang mereka mendapat pula pendidikan militer setingkat infantry regular.
2.Menggunakan cara teror atau intimidasi dalam melaksanakan tujuan mereka. Cara intimidasi tersebut dilakukan untuk menghadapi musuh mereka (pemerintah) maupun dalam melakukan rekrutmen anggota mereka. Menurut salah seorang mantan tentara GAM, mereka secara terpaksa bergabung menjadi tentara GAM dengan terlebih dahulu disertai encaman terhadap keselamatan diri dan keluarga mereka. Hal ini terjadi pula dengan NII yang dimana merea direkrut dengan manipulasi-manipulasi yang bersifat encaman terhadap mereka ingá akhirnya mereka harus rela bergabung dengan NII (Metro Files Juli 2006). ANSI teror bom yang terjadi akhir-akhir ini, yang dilakukan dengan pola yang sama persis dengan pola-pola GAM yaitu dengan bom bunuh diri dan itu merupakan pola yang lazim dilakukan oleh organisasi Islam ekstrim di berbagai belahan dunia
Tetapi bila kita analisis secara komperhensip, gerakan-gerakan makar di Indonesia disinyalir didalangi oleh agen klandestein para kapitalis (CIA, Mossad dll.). Pernah dalam suatu pengakuan mantan anggota NII mereka dipasok senjata api oleh orang-orang tertentu yang mereka itu mempunyai hubungan dengan sebuah LSM yang berkedudukan di Amerika Serikat yang tak lain merupakan kepanjangan tangan CIA.

Dari berbagai fakta di atas dapat disimpulkan bahwa Negara-negara kapitalis sedang memainkan peranya dalam memecah-belah persatuan dan kesatuan bangsa dengan dengan memanfaatkan golongan yang satu untuk memusuhi golongan yang lain sehingga kita dapat lebih mudah dikuasai. Untuk itu kita harus senantiasa waspada terhadap apa yang terjadi di lingkungan kita dan menumbuhkan sikap toleransi antar golongan dan tetap berpegang teguh pada Pancasila dan UUD 1945.

Motif Ekonomi dalam Perang

Perkembangan peradaban manusia tidak terlepas dari sejarah perang. Beberapa abad sebelum masehi, sering terjadi pergolakan di daerah antara lembah sungai Tigris dan Euphrates (Mesopotamia) hingga berlangsung selama beberapa abad. Peristiwa perubahan dunia yang lain, dihasilkan oleh pertikaian antar kelompok besar manusia yaitu penaklukan Pulau Kreta oleh bangsa Yunani sehingga menjadiakan perubahan dalam ilmu pengetahuan moderen dengan ditandai lahirnya filsuf-filsuf terkenal seperti Socrates, Plato dan Aristoteles dengan berbagai hasil pemikiran mereka, setelah kebangkitan kembali bangsa Eropa (Renaissance) timbul berbagai macam peperangan mulai antara Spanyol dan Portugal yang menghasilkan perjanjian Zaragoza, Perang laut tujuh tahun antara Perancis dengan Inggris untuk memperebutkan hegemoni di Eropa hingga pada era mutakahir terjadi Perang Dunia I dan II yang melibatkan banyak Negara besar dunia dan membawa perubahan pada banyak Negara di Asia dan Afrika termasuk Indonesia, Perang dingin yang ditandai dengan Perang Vietnam, Perang Korea, Perang Iran-Iraq, dan Perang Afghanistan sampai dengan Perang Teluk I dan II.
Secara eksplisit perang disebabkan oleh berbagai latar belakang, dalam berbagai literature sejarah disebutkan bahwa perang disebabkan oleh : Ideologi : Agama dan Filsafat Pemikiran (Paham), Ekonomi, harga diri sebagai bangsa dan Penegakan perdamaian dunia; sebagai contoh: Perang Spanyol-Portugal dalam memperebutkan daerah jajahan di Benua Amerika dan Asia sebagai tempat penghasil rempah-rempah.
Perang dengan motif Ideologi terjadi pada perang salib di Eropa untuk memperebutkan kota Jerusalem yang disucikan oleh umat Islam dan Kristiani, Perang Vietnam antara Vietcong yang berpaham Komunis dan Amerika Serikat dengan Liberalismenya, Perang Korea antara Korea Utara (Komunis) versus Korea Selatan (Liberal).
Motif harga diri sebagai bangsa ditunjukan pada Perang Dunia I dimana Putra Mahkota Austria-Hungaria dibunuh oleh Gabriel Princip anggota kelompok teroris Serbia di Sarajevo menyebabkan kemarahan Austria-Hungaria berikut Negara-negara aliansinya yang tergabung dalam Blok Sentral (Triple Etente) yaitu Jerman, Austria-Hongaria, Turki Utsmani, dan Bulgaria pada Blok Sekutu yaitu Serbia, Inggris, Perancis, dan Belgia. Perang Dunia I (PD I) berakhir setelah penandatanganan perjanjian Versailles. Jerman sebagai pihak yang kalah dalam PD I ingin mengembalikan kehormatan bangsa Jerman menyusun kekuatan yang dikomando oleh Adolf Hitler berhasil membangun kembali armada tempurnya dan berhasil menghimpun kekuatan di antara Negara-negara Eropa yang mempunyai ambisi sama (Poros As/Jerman, Italia, Spanyol) dan Jepang untuk menunjukan pada dunia bahwa Negara-Negara As adalah bangsa yang paling terkemuka di dunia sehingga terjadi Perang Dunia II.
Dominasi negara-negara barat semakin besar pasca keruntuhan komunis terutama terhadap negara-negara islam maka muncul gerakan-gerakan ekstrim yang bertujuan menghancurkan barat beserta dominasi barat dan ingin mengembalikan prinsip-prinsip dasar (fundamen) islam. Gerakan fundamentalis Islam terjadi di beberapa negara antara lain Afghanistan dengan rezim Taliban, Syria, Libya, Iran, Iraq, Malaysia, bahkan di Indonesia Aksi puncak gerakan Islam Fundamentalis terjadi saat peristiwa 911 (11 September 2001) yaitu penghancuran gedung WTC, New York (katanya) oleh kelompok teroris Al Qaeda dan Irak berikut Afghanistan diklaim Amerika sebagai sarang kelompok teroris Al Qaeda, dengan dalih ingin menghindarkan dunia dari ancaman teroris maka tahun 2002 Amerika menyerang Afghanistan kemudian tahun 2003 Amerika dibantu Inggris dan Austrlia menginvasi Iraq.
Sesuai yang telah diuraikan pada paragraf-paragraf diatas, memang penyebab perang bermacam-macam mulai dari harga diri hingga ideologi tetapi, coba kita berpikir lebih dalam apakah penyebab utama atau causa prima dari pertikaian-pertikaian yang mewarnai perjalanan hidup umat manusia dari zaman ayah-ibu kita Adam dan Hawa? Pertanyaan tentang penyebab perang akan terjawab, dengan menjawab pertanyaan mengapa kita (manusia) dapat hidup? Jawaban pertanyaan sebab manusia dapat hidup adalah karena manusia menggunakan energi dalam melaksanakan segala aktifitas atau dengan kata lain manusia membutuhkan energi, dari manakah manusia memperoleh energi? Manusia memperoleh energi dari makanan yang telah dimakan dan dicerna dalam tubuh manusia, namun apabila kebutuhan makanan sebagai penghasil energi bagi manusia tidak terpenuhi, manusia akan mati; dalam memperoleh makanan, manusia melakukan berbagai cara sesuai perkembangan pola pikir manusia. Pertama kali manusia mencari makanan dengan memburu hewan dan memetik buah-buahan, akibat semakin banyak manusia maka buah-buahan dan hewan di daerah tersebut bertambah sedikit sehingga harus mencari ke daerah lain yang lebih jauh; perjalanan jauh membutuhan banyak energi sehingga manusia pada zaman dahulu memilih berburu beberapa hewan dan memetik banyak buah sekaligus, dibawa pulang, kemudian disimpan untuk beberapa hari atau disebut meramu. Tahap selanjutnya adalah manusia mulai mengenal budidaya tanaman pangan dan beternak hewan untuk dimakan karena tumbuhan dan binatang untuk dimakan jumlahnya semakin berkurang sehingga merupakan keharusan untuk menyediakan kebutuhan pangan sendiri. Untuk membudidayakan tananaman pangan, dan ternak diperlukan kondisi alam memadai antara lain: Kesuburan tanah, iklim, kontur bumi (relief), dan lain-lain. Benua Eropa mempunyai kondisi alam kurang mendukung bagi budidaya kebutuhan pangan, sehingga Bangsa Eropa berusaha mencari daerah koloni di tempat lain untuk mendapatkan kebutuhan bahan makanan. Usaha Bangsa Eropa dalam mendapatkan makanan dicontohkan dalam penaklukan kebudayaan Pulau Kreta oleh bangsa bangsa Yunani karena keadaan alam Yunani kurang baik untuk bercocok tanam sehingga menaklukan kebudayaan Pulau Kreta yang mempunyai tanah subur hal yang sama merupakan penyebab terjadiya konflik di Mesopotamia sebagi rebutan bangsa-bangsa sekitar. Tahap perkembangan peradaban manusia setelah fase bercocok-tanam dan berternak adalah tahap tukar-menukar (barter) karena tidak semua barang pemuas kebutuhan terutama pangan dapat dihasilkan sendiri, dan tukar-menukar merupakan awal manusia melakukan jual beli meskipun secara sederhana. Saat melakukan barter, terjadi permasalahan: apakah barang yang mereka berikan kepada pihak lain mempunyai nilai sama dengan barang yang mereka dapatkan dari hasil tukar-menukar? Guna menjawab permasalahan ketidaksetaraan nilai barang, maka diciptakan uang-barang dengan menggunakan barang tertentu misalkan ternak; akan tetapi timbul permasalahan baru yaitu: uang-barang nilainya tidak tetap dan tidak dapat disimpan terlalu lama, contoh: ternak semakin tua semakin rendah nilainya karena tidak dapat dipergunakan untuk membajak sawah, menarik pedati bahkan kemudian mati. Kelemahan uang-barang sebagai alat tukar menjadikan manusia berpikir sehingga, diciptakan uang sebagai alat tukar dan penentu nilai barang karena nilai bahan pembuat uang relatif stabil sebagai contoh: logam, maka tercipta perdagangan seperti kita kenal saat ini.
Perdagangan membuat suatu barang dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan jarak relatif jauh, dan dengan perdagangan pula barang-barang hasil bumi dari kawasan Asia dan Afrika dapat dinikmati Bangsa Eropa. Pada abad ke-12, kota Istambul sebagai kota dagang terbesar di Eropa yang merupakan Jalur Sutera sebagai penghubung antara Asia dan Eropa dikuasai Kerajaan Turki Ottoman. Bangsa Eropa berusaha merebut Istambul dari kerajaan Turki Ottoman yang menganut agama Islam dan Bangsa Eropa sebagai penganut Katholik, sehingga untuk mengobarkan semangat perang digunakan isu agama (Perang Salib), dalam hal ini Istambul sebagai jalan strategis untuk menguasai kembali Kota Yerusalem tempat kelahiran Yesus dari kaum Muslim. Usaha untuk mengusai Istambul tidak maksimal, maka dimulai penjelajahan Samudera untuk mencari daerah penghasil rempah-rempah. Penjelajahan dimulai oleh bangsa Portugal dan Spanyol, dalam mncari daerah asal rempah-rempah terjadi perang antara Portugal dan Spanyol yang menghasilkan perjanjian Zaragosa. Pelaku penjelajahan dunia berikutnya adalah Inggris diikuti Belanda, Perancis, serta Jerman untuk menguasai rempah-rempah di Asia dan Afrika; kemudian menjadi awal kelahiran Kolonialisme-Imperialisme.
Dalam upaya memperebutkan daerah koloni Jerman kalah bersaing dengan negara-negara Eropa seperti Inggris dan Perancis untuk memperkuat hegemoni di Eropa dengan tujuan menaikan posisi tawar sebagai negara penjajah, maka pada awal abad ke-20 terjadi perlobaan senjata dan “politik mencari kawan” yang dipicu oleh ambisi Jerman untuk menyaingi Inggris, dan Perancis dalam hal kualitas dan kuantitas daerah jajahan. Jerman mempunyai 4 daerah jajahan German East Africa, South-West Africa, Togo, dan Kamerun masih kalah jumlah dan kualitas jika dibandingkan Inggris sebagai contoh : Malaysia sebagai negeri tropis penghasil rempah-rempah, India sebagai penghasil rempah-rempah terbesar setelah Indonesia, Singapura dan Hongkong sebagai pelabuhan dagang, Australia penghasil barang tambang, serta budidaya sapi dan biri-biri, Mesir yang memiliki pelabuhan dengan Terusan Suez sebagai penghubung Laut Merah dan Laut Tengah; atau Perancis yang memiliki koloni di Guyana Perancis sebagai negeri tropis nan subur di Amerika Latin, Martinique: Pulau kecil penghasil rempah-rempah dan mempunyai Pelabuhan, dan lain-lain. Akibat perlombaan senjata dan “politik mencari kawan”yang berlangsung di Eropa maka terjadi Perang Dunia Pertama (1914 – 1918).
Akibat kekalahan dalam Perang Dunia Pertama yang mengandung konsekuensi akibat penandatanganan Perjanjian Versailles yaitu daerah jajahan Jerman menjadi milik negara pemenang PD I maka Jerman berniat megambil kembali daerah jajahannya bahkan memperluas ke seluruh penjuru dunia, maka di bawah kepemimpinan Adolf Hitler mengumumkan diri sebagai bangsa paling terkemuka di dunia dan berhak menguasai bangsa lain. Inggris dengan dalih agar stabilitas di Eropa tidak goyah terlibat konflik dengan Jerman setelah Perancis dikuasai yang notabene merupakan jalur terdekat menyeberang Selat Channel sehingga, apabila Inggris berhasil dikalahkan Jerman maka hak atas daerah koloni Inggris menjadi milik Jerman lalu terjadi Perang Eropa. Selama Perang Eropa kebutuhan industri terutama persenjataan, Inggris menjadikan Amerika Serikat penyedia bahan-bahan industri bagi Inggris; agar dapat memenagkan perang, Jerman memutus mata rantai industri persenjataan Inggris dengan menenggelamkan kapal-kapal dagang Amerika Serikat yang menuju Inggris. Waktu itu income terbesar perekonomian Amerika Serikat dihasilkan dari perdagangan Inggris-Amerika Serikat, akibat insiden penenggelaman kapal dagang oleh Jerman, Amerika Serikat terlibat dalam perang melawan Jerman Jepang setelah Restorasi Meiji menjadi negara industri yang kuat, maka untuk mendapatkan bahan mentah industrinya dan untuk mengatasi kelebihan jumlah penduduk yang meningkat tajam akibat industrialisasi, Jepang menguasai negara-negara di Kawasan Asia Timur (Manchuria dan Korea) serta di Kawasan Asia Tenggara bahkan Oseania salah satunya Hawai yang memiliki tanah vulkanis subur dan pelabuhan kemudian berniat menguasai Amerika Serikat yang mempunyai sumber daya pertanian melimpah. Merasa hajat hidup warganya terancam akibat penjajahan, Amerika Serikat membalas invasi Jepang setelah Pearl Harbour dihancurkan Jepang yang menjadikan skala peperangan yang semula di Eropa meluas sampai dengan Asia-Pasifik dan disebut Perang Dunia II.
Perang Dunia II dimenangkan oleh Inggris yang berhasi mengatasi Jerman di Eropa, Perancis dapat mengusir Jerman berkat bantuan Inggris, Uni Soviet yang berhasil mengalahkan Jerman di Stalingrad, Cina yang dapat menahan invasi Jepang dan Amerika Serikat yang berhasil menaklukan Jepang dalam Perang Pasifik.dan Negara-negara bekas jajahan Jerman, Italia, Spanyol dan Jepang dibagai-bagikan pada Negara-negara pemenang Perang Dunia II, maka kutub politik dunia terbelah menjadi 2 yaitu Blok Barat (Amerika Serikat, Inggris, Perancis ) dan Blok Komunis Timur (Cina, Uni Soviet). Kedua Blok politik dunia saling berebut pengaruh dalam menguasai negara yang baru merdeka terutama blok kapitalis barat agar dapat mengeruk kekayaan alam negara-negara baru merdeka, misal Vietnam yang mempunyai kekayaan alam melimpah ingin dikuasai Amerika Serikat walaupun Amerika Serikat gagal menguasai Vietnam.
Uni Soviet runtuh tahun 1989, praktis kutub kekuatan dunia pada blok kapitalis dan negara-negara yang belum dikuasai adalah negara-negara Timur Tengah terutama Iraq yang memiliki kandungan minyak mentah terbesar di dunia sebagai sumber energi untuk industri yang harganya semakin meningkat. Untuk menyedot kekayaan alam berupa minyak mentah di kawasan Timur Tengah, Amerika Serikat dan Inggris menggunakan isu terorisme sebagai pembenaran dalam menguasai Timur Tengah hingga puncaknya terjadi Perang Irak (2003 – Sekarang) sekaligus menjadikan ajang pamer kekuatan senjata agar produk senjata buatan Amerika Serikat laku dan sebagai pemasaran produk-produk barat dengan menempatkan Multi National Corporation di Timur Tengah. Negara-negara barat tidak hanya mengincar kawasan Timur Tengah, tetapi juga Amerika Latin seperti Venezuela sebagai produsen pengekspor minyak dunia dan kekayaan alam lain yang melimpah dengan menggunakan isu obat bius yang berpotensi menjadi perang.
Sesuai uraian di atas maka penyebab perang sesungguhnya adalah pemenuhan kebutuhan alias motif ekonomi atau Economic Deterministic, adapun motif lain seperti : ideologi (termasuk agama), harga diri bangsa, solidaritas maupun perdamaian dunia adalah sebagai pembenaran suatu penaklukan dan penghisapan bangsa terhadap bangsa lain akibat perang bahkan secara jelas semua agama melarang umat manusia saling menganiaya dalam bentuk apapun termasuk sebagai alat politik.

Look What You’ve Done

Indonesian government who’s led by duet SBY-JK has been totally failed to execute people commendation which given in presidential election at 2004 where they won 33 percent votes of Indonesian. The failure of SBY-JK in their leadership is divided in many aspects that can make a nation is referred as sovereign nation, especially in economic aspect. Sovereignty in economic aspect is indicated by: prosperity of people, and economic of self determination.
When discuss prosperity, sufficiency in basic need have to be acquired. The basic need for human as the civilized creature is education beside food, clothing and housing is actually sufficient first. Government policy to gain oil fuel price make all needs can’t be bought by poor people because increasing oil fuel price can triggering price more expensive than before. Oil fuel in Indonesia is used as primary energy source especially in production process and distribution besides as daily need for household in petroleum form. When the energy cost is gained because of oil fuel increasing so that output price is higher due to producers expects same revenue like before. Nevertheless, producers won’t increase too high because they don’t have more choice cause the transportation cost to carry row materials and distribute their product get same condition so their marginal revenue is decrease. In the consumers’ side, household as buyer suffered expensiveness while labor cost i.e. wage is constant to maintain deeper loss for producer. As the result miss policy of government, after May 2008 sum of poor people grow up to 19 percent in prediction. In the long run can drown domestic industry due to cost push inflation then multinational corporation can exploiting all resources in Indonesia and make it as premiere market.
These effects actually never thought up in national leaders’ idea that just always enrich their self or minimally refund their capital that used as campaign cost. Then if storm of economic strikes in the form world oil fuel increasing, they will save their self first by decreasing subsidy for oil fuel. Poorly this cowardice attitude shown by vice president Jusuf Kalla with his statement: "During the time who enjoy oil fuel subsidy, 80 percent is wealthy people”( Liputan 6 SCTV: May 15, 2008). Actually his statement contents deception because its effect is really felt by poor due to loosing of purchasing power significantly.
Meanwhile, as “pardon” action, SBY-JK operate Bantuan Langsung Tunai (BLT) program as security social network. Nominal value of BLT is insufficient to break oil fuel’s price gain. Each family of poor resident will be paid Rp. 100.000,00 twice in this year so this value is extremely minimum to acquire minimum daily nutrition needs for about Rp. 12.000,00 per family. At the past period, BLT program exactly ignite both conflict, horizontal and vertical between inter social community and community to local government that caused by data differentiations of poor resident. At 2005, BLT payment used to be ended with chaos and not less than 30 persons died and many public facility was destroyed because brutal mass action. This program also build mental attitude like beggar because the resident must be dependent to fund giver.
The next failure economics aspect of duet SBY-JK is economics self determination. Problem of economics dependency had begun from orde baru period when the government permitted western usurer like IGGI, World Bank gave loan to Indonesia. Nowadays the situation getting worse, investment act number 25/2005 permit abroad investor operate more than 30 years and free from nationalization. So how we can enjoy our value added of natural resources meanwhile we cannot process them? Remember, production is value adding process; thus Indonesian just raw material provider than they buy again from multinational producer as ready consumption goods. The multinational capitalist can exploit Indonesia by using 2 form first as Multinational/Transnational Corporation (MNC/TNC) and joint investment with local company especially government ownership company. Oil fuel crisis that knock over Indonesia in the evidence how MNC/TNC in oil sector make Indonesia collapse, so that is irony for the oil source country where Indonesia should get more profits because of Oil fuel boom. The second form of MNC/TNC movement more dangerous than other, government ownership company has strategic function for the nation as guarantor of citizens living so; government Ownership Company has monopoly or monopsony rights and strategic function for national defense like communication, aviation, shipyard, armament industry and agricultural as food and energy provider. Those will be implied to weaken national defense. Privatization in agricultural sector has effect decreasing food supply, when our food supply insufficient because Indonesian cannot control them, implied at hungriness that can reduce productivity so this country will has no power to survive. Privatization in shipyard industry will harm our maritime living because the price to produce good quality ship can increase how much expensive the foreigner want and cannot produce fleets for Indonesian navy as like as government want etc.
Those effects maybe are not though clearly by president and his vice, because the are swung by capitalist agent whisper, even work for mossad (Israel), CIA (USA), MI-6 (UK). For example in case of Dino Patti Jalal, former foreign affair presidential mouthpiece; who had fired because of his support to USA when NAMRU 2 warmly discussed. SBY as former general, in position former chief of territorial staff Indonesian Army could detect every potential treat in form as clandestine agent especially in executive ring. Due to above case, that’s possible that some member of cabinet or more detail in economic team is personnel of foreign intelligence agency, this suspicious can be tracked their organizational experience and track record; what policies had they made in past period? Where country they ever had get lecture? These suspicion based on SBY-JK policy especially in economic, always make Indonesian position and poor resident surely getting worse, and complicated. SBY as the president that voted by more than 200 million population could take coherent action; even give them death punishment for nation traitors.
Finally as executor of Indonesian sovereignty, the government must do anything to make people, nation, and country more and more glorious. Minimally parameters of sovereign nation have to be fulfilled, those are: sovereign in politic itself that cannot be built when our economic is not self-supported, but its nothing without identified originally in culture as national character building or our founding father call them Trisakti; the holy trident to against capitalism. Everyone who has optimistic sense of belonging to the nation believe that Indonesia can reaches that ultimate weapon for sitting in same low and standing in same high between all nation in the world. Who it can do? Just one way to answer that is real action government; no more promise.